Kerajaan-kerajaan Tertua di Indonesia

Kepulauan Indonesia terletak di antara dua samudra. Indonesia dan Teduh. Bagian barat tanah air kita terletak di tepi Selat Malaka. Sejak dulu perdagangan laut antara Timur dan Barat senantiasa melewati Selat Malaka. Dan negeri Cina menuju ke India. Hal ini berarti, bahwa telah berabad-abad pula bangsa kita bergaul dengan bangsa-bangsa lain. Pergaulan antar bangsa ini menimbulkan pertukaran kebudayaan. Kebudayaan kita mempengaruhi kebudayaan bangsa lain, demikian juga sebaliknya.

Kebudayaan dari luar yang kuat pengaruhnya terhadap kebudayaan kita ialah kebudayaan India. Kebudayaan ini masuk ke Indonesia kira-kira pada permulaan tarikh Masehi. Dengan adanya pengaruh kebudayaan India, maka kebudayaan Indonesia mengalami  perubahan besar. Karena terpengaruh oleh kebudayaan India, maka jabatan kepala suku berubah menjadi raja. Sedangkan desa berubah menjadi kerajaan. Itulah sebab timbulnya kerajaan-kerajaan di Indonesia. Baik kerajaan Indonesia Hindu, maupun kerajaan Indonesia Budha.

Kerajaan Indonesia Hindu tertua pertama di Indonesia berturut-turut dapat disebutkan sebagai berikut:

Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai ialah kerajaan Indonesia Hindu yang tertua, Terletak di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Tentang kerajaan ini dapat diketahui dari 7 buah prasasti, yang terdapat di Muara Kaman. Prasasti Muara Kaman bertuliskan huruf Pallawa, dengan bahasa Sanskerta, dan disusun dalam bentuk syair. Melihat bentuk tulisan dan bahasanya, diduga prasasti itu didirikan kira-kira tahun 400 M. Pada prasasti Muara Kaman tersebut diceritakan, bahwa raja pertama Kutai bernama Kudungga Kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Aswawarman.

Raja Aswawarman juga disebut Wamsakarta, yang berarti pembentuk keluarga. Aswawarman mempunyai 3 orang putra. Seorang di antaranya ialah Mulawarman. Beliaulah yang kemudian menggantikan tahta ayahandanya. Raja Mulawarman baik budi dan pemurah. Beliau pernah mengurbankan 1.000 ekor lembu untuk disedekahkan kepada rakyatnya. Dan Raja Mulawarman itulah yang membangun tugu di Muara Kaman. Bilamana Kerajaan Kutai berakhir, tidak ada keterangan yang diperoleh.


Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara ialah kerajaan Indonesia Hindu. Berdiri pada abad ke-5 M di Jawa Barat. Bukti-buktinya berupa 7 buah prasasti. Lima di antara prasasti tersebut terdapat di Bogor. Yaitu di Ciaruteun, Kebon Kopi, Jambu, Pasir Awi, dan Muara Cianten. Sebuah lagi terdapat di Tugu, dekat Jakarta. Sedang yang sebuah lagi terdapat di Lebak, Banten Selatan. Prasasti ini berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Berbentuk syair.

Kerajaan Tarumanègara diperintah oleh raja Purnawarman. Pada prasasti Ciaruteun terdapat gambar telapak kaki raja Purnawarman. Diterangkan, bahwa telapak kaki tersebut seperti telapak kaki Dewa Wisnu. Purnawarman ialah seorang raja yang senantiasa memikirkan kesejahteraan rakyatnya. Pada masa pemerintahannya digalilah sebuah saluran atau sungai. Yaitu Sungai Gomati, untuk mengairi sawah-sawah rakyat, dan sebagai pencegah banjir. Panjang sungai tersebut 12 km, dikerjakan dalam waktu 21 hari.

Tujuh buah prasasti di Jawa Barat merupakan salah satu sumber untuk mengetahui keadaan Kerajaan Tarumanegara. Sumber lain ialah cerita Fa Hien, seorang Cina yang beragama Budha. Pada suatu ketika Fa Hien berlayar ke India. Dalam perjalanan pulang ia berlabuh di Ye-p’ 0-ti, karena perahu yang ditumpanginya. dilanda topan. Adapun yang dimaksudkan Ye-p’o-ti ialah Jawa dwipa atau pulau Jawa. Lima bulan lamanya Fa Hien tinggal di Kerajaan Tarumanegara. Oleh karena itu ia dapat menceritakan, bahwa pada masa itu belum banyak orang yang memeluk agama Budha. Setelah Purnawarman wafat tidak diketahui siapa penggantinya. Dan bila berakhirnya kekuasaan Tarumanegara pun tidak diketahui dengan pasti.

Kerajaan Kaling

Pada abad ke-7 berdirilah Kerajaan Kaling di Jawa Tengah. Kaling adalah kerajaan yang sangat kaya. Rakyatnya hidup makmur dan tenteram. Mereka telah dapat menulis, dan mengetahui ilmu perbintangan. Pada tahun 674 kerajaan Kaling diperintah oleh ratu Sima. Pemerintahannya sangat keras. Ratu menghendaki agar rakyat Kaling benar-benar menjadi orang-orang jujur.

Mereka dilarang keras mencuri atau mengambil barang milik orang lain. Perintah dan larangan ratu ternyata diindahkan rakyat. Rakyat kerajaan Kaling sungguh jujur. Jika ada barang tercecer atau tertinggal di suatu tempat, barang tersebut tetap selamat. Tidak ada seorang pun berani mengambilnya.

Pada tahun 664 datanglah di Kaling, seorang pendeta Cina bernama Hwi-ning. Ia tinggal di kerajaan Kaling tiga tahun lamanya. Selama di Kaling ia berusaha menterjemahkan salah satu kitab agama Budha Hinayana, ke dalam bahasa Cina. Dalam usaha tersebut ia bekerja bersama-sama dengan seorang pendeta dari Kaling, bernama Jnanabhadra. Kerajaan Kaling merupakan salah satu pusat ilmu agama Budha. Khususnya Budha Hinayana.


EmoticonEmoticon